Selasa, 16 Oktober 2018


Setiap insan didunia pasti memiliki keinginan pribadi. Yang entah kapan dan dimana akan diwujudkannya”.

Siang ini aku bertemu dengan seorang kawan lama, namanya Indri. Kami bercerita tentang anak-anak, yang sudah mulai tumbuh dewasa, memiliki kegiatan dan jadwal masing-masing. Bahkan kadang kami, bundanya yang harus mengalah menyesuaikan jadwal mereka. Sesekali aku perhatikan wajah wanita usia 39 tahun didepanku. Raut wajahnya masih sama terakhir kami bertemu. Dari ceritanya, dia baru semalam begadang, jadi praktis dari pagi kemarin belum ada tidur sama sekali. Namun karena hari ini ada janji, jadi mau tidak mau ke kantor dan sekaligus menunaikan janji temu kami.

Dia sedikit kurusan, ada guratan lelah dan letih diwajahnya, tapi aku bahagia mendengar ceritanya, pengalamannya, beruntung dia bisa memiliki kesempatan untuk bisa bekerja di perusahaan BUMN besar di negara ini. Yah, dia wanita beruntung, cantik dan pintar. Cita-citanya pengen jadi ibu rumah tangga, sederhana. Tapi untuk mewujudkannya, tidak mudah juga. Jujur aku juga pengen, tinggal di rumah, mengurus anak dan orang tua yang sudah mulai sepuh. Ingin bisa membalas jasa- orang tua yang sudah membesarkan aku.

Tapi, saat ini tentu belum bisa. Aku tidak boleh egois, harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup anakku semata wayang dan tentu saja kebutuhan rumah lainnya. Setelah makan siang, aku kembali ke kantor dengan Indri, kebetulan dia ada urusan di dekat kantor aku. Di mobil kembali kami bercerita, tentang cita-cita mulia jadi ibu rumah tangga. Aku berusaha menjadi provokator, agar dia mau membuka sejenis lembaga atau konsultan hukum, dia cocok untuk itu, pengalaman dan S2-nya juga dibidang yang sama. Namun dalam hati, aku berpikir ada benarnya, kita perempuan seharusnya memang ada di rumah, mengurus anak, mengurus rumah, mengurus keluarga intinya.

Menurut Indri, jadi ibu rumah tangga sangat enak, pagi antar anak sekolah, siang bisa makan bareng ibu-ibu teman sekolah anaknya, lalu sore sudah bisa balik rumah lagi, melanjutkan pekerjaan rumah lainnya. Kemudian malamnya menemani anak mengerjakan PR, menyiapkan makan malam, terkahir tidur. Siklus kegiatan yang rutin, setiap harinya. Sempat terlintas, topik pembicaraan “working mom vs housewife” beberapa waktu lalu. Memang selalu ada kontradiksi dari keduanya. Working mom bilang, paling enak jadi housewife, karena santai, bisa leyeh-leyeh di rumah. Housewife bilang enakan jadi working mom, mau beli ini dan itu bisa dari gaji sendiri, tidak perlu menunggu suami gajian.

Terlepas dari semua itu, manusia seyogyanya bersyukur atas apa yang dimiliki, agar Tuhan menambah nikmatNya.